Kontrak Karya Freeport Perlu Pendalaman Lebih Dulu
Wakil Ketua Komisi VII DPR Mulyadi menilai, pembentukan Panitia Khusus Hak Angket Freeport sah saja, tetapi harus dimengerti terlebih dahulu persoalan mendasar mengenai perjanjian kontrak karya yang ditandatangani oleh Pemerintah di zaman orde baru pada tahun 1991.
Menteri ESDM menyatakan, kata Mulyadi, dalam perjanjian tersebut ada klausul yang menyebutkan, seluruh peraturan perundangan yang telah disepakati tidak boleh diintervensi, karena ini perjanjian antar dua pihak.
Oleh karena itu, lanjutnya, menurut ahli hukum, perjanjian kontrak karya ini setara dengan UU , kalau kita melanggar kontrak itu, PT.Freeport bisa mengadukan ke mahkamah pengadilan internasional.
"Kesalahan bukan pada kita sekarang, tapi Pemerintah saat itu, kenapa membuat perjanjian seperti itu" jelasnya saat kunjungan kerja di Lombok, Senin (21/12).
Politisi Demokrat ini menjelaskan, UU Minerba Nomor 4 tahun 2009 yang menyatakan, tidak boleh ada lagi kegiatan ekspor hasil tambang konsentrat sebelum membangun smelter, untuk saat ini belum berlaku terhadap kontrak karya PT.Freeport.
" Sewaktu saya tanyakan kepada Pemerintah, mereka beralasan perjanjian ini dilakukan pada tahun 1991, sedangkan UU Minerba yang ada sekarang dibuat tahun 2009, jika mau diterapkan, harus menunggu sampai kontrak karya selesai pada tahun 2021, pada saat itu izin usaha pertambangannya telah berakhir " ujarnya.
Lebih jauh ia menerangkan, jika hal ini melanggar undang-undang Minerba, tolong dikaji dulu kontrak karya PT.Freeport itu seperti apa, adanya Pansus Freeport sah saja jika ingin mendalami, namun, " Saya justru khawatir, banyak belum mengerti mengenai hal ini" tutupnya.
Kontrak karya yang dimiliki PT.Freeport ini sama dengan PT.Newmount. Dalam perjanjian tersebut, mereka bisa mengajukan perpanjangan izin pertambangan 2 kali 10 tahun.(jk), foto : jaka/parle/hr.